Pin It

15 March 2014

Posted by Widodo Groho Triatmojo on 09:24

Ketua Umum DPP ORGANDA Eka Sari Lorena Luncurkan Buku “Ayo Lawan Kemacetan”



Jakarta, 27 September 2013—
                Kontroversi mobil murah terus berlangsung. Pendapat pro maupun kontra belum mereda. Mobil murah pun dituding menambah kemacetan di kota-kota di Indonesia. Mobil murah juga ditentang karena hadir justru saat infrastruktur transportasi belum terbangun.
                Konsep low-cost green car (LCGC) bahkan ditertawakan di media sosial.  Perdebatan soal “green car” misalnya mengemuka ketika LCGC ternyata tetap mengonsumsi bahan bakar minyak. Kita salah bila menganggap “green car” itu dijalankan dengan bahan bakar gas atau bahkan listrik!
Bahkan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 33 Tahun 2013—yang mengganti istilah LCGC dengan kendaraan bermotor roda empat hemat energi dan harga terjangkau (KBH2)—tidak melarang mobil murah mengonsumsi premium.  Subsidi BBM tahun 2014 mungkin tembus Rp 200 triliun! 
 “Di sisi lain, kalau boleh jujur, masa depan infrastruktur transportasi di negeri ini belum memperlihatkan titik terang. MRT dan monorel belum dibangun. Sementara itu, terjadi penurunan kualitas layanan Trans Jakarta dan angkutan umum lain karena angkutan umum darat tak pernah dibela pemerintah dan kita semua,” kata Ketua Umum Organda Eka Sari Lorena. 

Sampul Buku AYO LAWAN KEMACETAN

Buku AYO LAWAN KEMACETAN

               Mencermati negara-negara maju ternyata kultur mobil pun telah digantikan keberpihakan terhadap angkutan umum massal. Kaum muda (dan kaya) di negara maju bahkan memilih naik angkutan umum atau  bersepeda daripada naik mobil pribadi dengan resiko macet dan pusing mencari parkiran.
                Mengapa angkutan umum yang nyaman masih sekedar mimpi di Republik ini? Mengapa penjualan mobil terus meningkat sebaliknya layanan angkutan umum menurun? Mengapa peluncuran mobil murah disambut meriah? Mengapa kemacetan tak mereda bahkan makin parah? 
                Ketua Umum Organisasi Pengusaha Nasional Angkutan Bermotor di Jalan (Organda) Eka Sari Lorena pun berniat mendudukkan perkara soal angkutan umum—juga tentu saja tentang mobil murah. Jawaban tuntas seorang Eka Sari Lorena terangkum dalam buku “Ayo Lawan Kemacetan”.
                Buku setebal lebih dari 300 halaman itu, diterbitkan oleh Penerbit Buku KOMPAS, dan mulai dapat diperoleh di jaringan Toko Buku Gramedia dan toko buku lain sejak Sabtu (28/9/2013).
                Untuk mendengarkan pemaparan langsung dari Ketum Organda Eka Sari Lorena terkait upaya  mengatasi kemacetan di jalan raya, termasuk membahas mendalam soal mobil murah, akan diadakan Diskusi Buku “Ayo Lawan Kemacetan”.
Diskusi itu, akan digelar bersamaan dengan hari terakhir Indonesia International Motor Show (IIMS) 2013—dimana dalam IIMS 2013, diluncurkan mobil-mobil murah terbaru. Diskusi digelar, pada: 

Hari/ Tanggal                     :      Minggu, 29 September 2013
Waktu                                 :      Pukul 14.00-16.00
Lokasi                                 :     Toko Buku Gramedia, Pondok Indah Mal 1, Jakarta Selatan
Pembicara                          :      Eka Sari Lorena, Ketua Umum DPP Organda
Pembahas                           :      Jusman Syafii Djamal, Mantan Menteri Perhubungan RI

                Diskusi dan bedah buku, juga akan mengupas perilaku sebagian pengendara dan pengemudi yang ternyata masih dibawah umur. Tempo hari, putera dari musisi ternama kita juga  mengalami kecelakaan di jalan tol dengan dugaan tanpa memiliki SIM. Nah, bagaimanakah polisi dan pengawasan kita selama ini bagi anak-anak muda yang berkendara tanpa aturan? 
Sekedar mengutip data kepolisian (2010), ternyata dari profil pelaku lalu lintas, sebanyak 38 persen pengendara motor tidak mengantongi SIM C. Ya ampun, tidak memiliki SIM tetapi dapat melaju di jalan raya. Luar biasanya negeri ini.
Banyak hal lain juga akan dibahas dalam diskusi buku ini, diantaranya terkait kemacetan di Pulau Bali yang makin dikeluhkan padahal Bali merupakan “etalase” Indonesia. Tol Bali (Benoa-Ngurah Rai-Nusa Dua) pun diprediksi tak optimal karena juga ada kemacetan di daerah lain seperti di Kota Denpasar, Kuta, Legian, bahkan Ubud—yang jauh dari Tol itu.
“Trans Jakarta juga perlu untuk dibenahi. Bukan hanya dari sisi peremajaan bus, tetapi lebih dalam lagi dimulai dari pembenahan manajemen. Itu penting bila tidak maka kualitasnya menurun sehingga masyarakat tetap memilih naik angkutan umum,” kata Eka Sari Lorena.
Eka juga akan menjelaskan soal kultur dan kesediaan warga untuk naik transportasi umum. Karena, seandainya pemerintah dalam waktu semalam dapat membangun 20 jalur subway dan 30 jalur Trans Jakarta, akankah kemacetan terurai?
Belum tentu. Mengapa? Kemacetan takkan terurai tanpa niat kuat Anda sekalian untuk meninggalkan kendaraan pribadi Anda di garasi rumah. Kemacetan tetap saja  terjadi, tanpa Anda melangkah menaiki angkutan umum atau berbagai ruang di kendaraan.
  Padahal ancaman kemacetan total bukan sekedar isapan jempol tetapi makin dirasakan bersama-sama. Kemacetan kian menjadi pembicaraan di keseharian. Macet makin menjadi “trending topics” di media sosial.
Melalui buku “Ayo Melawan Kemacetan”, Eka berharap dapat mengetuk hati banyak orang untuk membantu mengurangi kemacetan. Meskipun perjuangan Anda hanya sekedar meresonansi gagasan yang tertuang dalam buku ini ke saudara, tetangga, dan teman-temanmu; Eka tetap mensyukurinya. Dia percaya perjuangan tersebut tetap bermakna besar untuk memerdekakan kita dari kemacetan.  
                 Jadi, tidak peduli siapakah Anda. Apakah Anda kurir? Apakah Anda pebisnis, yang mulai kehilangan waktu untuk bertemu tiga klien sehari? Apakah Anda mahasiswa atau pelajar, yang makin sulit  mengunjungi teman? Atau, mungkin Anda ibu rumah tangga, yang musti meluangkan waktu dua jam untuk ke tempat arisan? Siapa pun Anda, camkanlah bahwa kemacetan harus dilawan.
                Tanamkan ke dalam benak dan alam bawah sadar Anda bahwa kemacetan sudah keterlaluan dan sangat memuakkan. Perang melawan kemacetan adalah perang kita bersama. 

Ibu Eka Sari Lorena Dalam Ruang Kemudi Bus LORENA Miliknya

                 
Jakarta, 27 September 2013



Catatan:
Eka Sari Lorena,
adalah Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) ORGANDA (2010-2015)
Master of Business Administration, University of San Fransisco, California
Peraih Multi Nation Program dari Eisenhower Fellowships di USA
satu dari 20 the Most Powerful Women 2013 versi Majalah Fortune Indonesia

Organda,
Organisasi Pengusaha Nasional Angkutan Bermotor di Jalan (Organda) didirikan 30 Juni 1962. Inilah organisasi mitra pemerintah satu-satunya di sektor transportasi darat. Kini, tercatat ada 1,5 juta anggota—yang seluruhnya pengusaha. Ada 33 Dewan Pimpinan Daerah Organda, dengan didukung 450 Dewan Pimpinan Cabang. Termasuk di dalamnya, Organda Cabang Khusus Pelabuhan seperti di Pelabuhan Perak, Surabaya, di Tanjung Priok, Jakarta, dan di Belawan, di Sumatera Utara. Organda  mengurusi mulai dari bajaj, angkot, metromini, kopaja, bus Antar Kota Antar Provinsi hingga truk kontainer.

Pemerhati transportasi publik, bus, truck serta sejarahnya.
  • Facebook
  • WhatsApp
  • Instagram
  • Next
    « Prev Post
    Previous
    Next Post »

    Note: Only a member of this blog may post a comment.

    Terima Kasih

    Followers