Pin It

22 March 2015

Posted by Widodo Groho Triatmojo on 02:55

Batu Akik Ginggang Luk Ulo Di Ambang Kepunahan

Booming batu mulia saat ini, sebenernya sudah kali kedua terjadi. Pasca 20 tahun silam, saat batu mulia pertama booming di tanah air. Namun, akibat eksploitasi besar-besaran, sumber bahan batu yang menjadi ciri khas Kebumen justru mulai 'punah' alias sudah sangat sulit ditemukan.

Bahan batuan yang hilang sumbernya itu salah satunya jenis Ginggang Luk Ulo. Luk Ulo, merujuk sebuah nama alur sungai purba Luk Ulo, yang mengalir tak jauh dari kawasan situs Gunung Karangsambung Kebumen. Jenis Ginggang Luk Ulo ini, sempat berjaya beberapa waktu terakhir saat diikutkan dalam kontes batu mulia. Seperti yang terjadi awal Januari 2015 lalu di Bali, Ginggang Luk Ulo ini jawara. Juga ketika dilombakan di Australia pada Januari 2015 lalu.



Ginggang Lukulo asal Kebumen merupakan batuan mulia yang dipercaya berusia paling purba yang terbentuk bersamaan terbentuknya aliran sungai Luk Ula dan situs purba Karangsambung. Batuan itu disinyalir salah satu jejak proses jutaan tahun silam yang ditandai pengangkatan dasar samudera hindia di wilayah itu setelah terjadinya tumbukan lempeng antar benua, eurasia dan samudera Hindia. Ginggang Luk Ulo yang bercirikhas memiliki guratan seperti serat rambut dan mampu memendarkan tujuh warna pelangi saat disorot cahaya. Batu ginggang ini awalnya banyak dibuat oleh para perajin di Desa Peniron, Kelurahan Pejagoan, Kebumen. Namun kini tak ada lagi perajin di sana yang bisa menemukan ginggang itu.





Dalam bahasa Jawa, kata Ginggang berarti bergeser, bergerak, berubah. Batu ini kemudian dinamakan Ginggang karena sifat mineral penyusunnya yang mempunyai kemampuan menyerap cahaya dan energi secara halus dan kemudian memancarkannya kembali ke luar secara searah membentuk suatu pola gerak yang halus seperti aliran air yang tenang. Gerakan ini dihasilkan melalui mekanisme terarah dari tekstur garis-garis dalam batu yang terbentuk karena sedimentasi penyusun yang sangat lama. Jenis batuan ginggang bermacam-macam. Ada yang jernih dan ada yang pekat. Semakin tinggi tingkat kejernihan dan kelembutan garis batuan ini, semakin besar pula daya serap dan daya pancar yang dihasilkan.




Geraknya pun terlihat semakin jelas. Teknik penggosokan (bentuk/ pola gosokan batu) juga sangat mempengaruhi maksimalnya daya pancar energi serap. Perbedaan tingkat serap, pancar, dan gerak pada masing – masing batu Ginggang melahirkan istilah Ginggang hidup dan Ginggang mati. Ginggang hidup memiliki nilai komersil yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan Ginggang mati.

Karena sifat yang dimiliknya, batuan ini sangat bemanfaat kepada si pemakai sebagai media serap energi dan pemancar sehingga si pemakai akan menjadi pusat medan biomagnet dan biokelistrikan dari manusia di sekitarnya. Dengan kata lain, induksi makrokosmos batuan ini bisa memaksimalkan daya tarik pemakainya terhadap manusia di lingkungan sekitarnya.
Pemerhati transportasi publik, bus, truck serta sejarahnya.
  • Facebook
  • WhatsApp
  • Instagram
  • Next
    « Prev Post
    Previous
    Next Post »

    Note: Only a member of this blog may post a comment.

    Terima Kasih

    Followers