Pin It

09 July 2014

Posted by Widodo Groho Triatmojo on 16:11

Faktor yang Mempengaruhi Perilaku dan Karakteristik Pengemudi di Jalan

Menurut Skinner (1938)  perilaku merupakan hasil hubungan antara rangsangan (stimulus) dan tanggapan (respon). Dalam sebuah buku yang berjudul “Perilaku Manusia” Drs. Leonard F. Polhaupessy, Psi. menguraikan perilaku adalah sebuah gerakan yang dapat diamati dari luar, seperti orang berjalan, naik sepeda, dan mengendarai motor atau mobil.

Menurut Prof.Dr.H.M.Joesoef Simbolon,  Manusia berperilaku atau beraktifitas karena adanya kebutuhan untuk mencapai suatu tujuan. Berbagai pendapat telah tertuang pada buku tentang perilaku, dan berbicara tentang perilaku tidak akan habis-habisnya. Untuk itu kita persingkat saja untuk membicarakan sikap, dan disimpulkan bahwa :
Perilaku adalah tanggapan terhadap hasil hubungan timbal balik antara rangsangan dan  keinginan


Faktor – faktor yang mempengaruhi perilaku

  • Faktor Internal
Faktor internal adalah perilaku yang sangat dipengaruhi oleh faktor yang ada dalam diri yang bersangkutan.  Sebelumnya telah dituangkan pembentukan sikap melalui faktor internal dan eksternal. Sedangkan kondisi genetika seseorang menunjukkan tingkat kecerdasan, tingkat kesehatan, emosional dan lain-lain. Sikap dan kondisi genetika yang ada dalam diri seseorang menjadikan dasar, pijakan, prinsip, pedoman untuk berperilaku, yakni perilaku internal.
  • Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan merupakan faktor eksternal yang berpengaruh terhadap perilaku seseorang.  Lingkungan diantaranya adalah  fisik, sosial-ekonomi,  budaya masyarakat,  norma, politik dan sebagainya. Lingkungan setiap orang berbeda-beda antara yang satu dengan yang lain. Pengemudi memiliki lingkungan yang berbeda dengan penumpang serta pejalan kaki. Lingkungan tersebut juga sangat terkait dengan tempat dan waktu berperilaku.
Lingkungan seorang pengemudi pada saat mengemudi kendaraan adalah:
-          kendaraan itu sendiri (lingkungan fisik);
-          karateristik lalu lintas (lingkungan fisik dan budaya pengemudi);
-          jalan (lingkungan fisik);
-          marka (norma);
-          lingkungan jalan seperti pedagang kaki lima (sosio-ekonomi, budaya, pendidikan, ketaatan beragama);
-          penumpang pada kendaraan (budaya, ketaatan beragama, pendidikan);
-          udara (lingkungan fisik);
-          cahaya (lingkungan fisik);
-          dan lain-lain.
Hal-hal yang ada pada lingkungan tersebut merupakan rangsangan bagi pengemudi.  Disisi lain, perjalananan yang dilakukan merupakan suatu kebutuhan.  Rangsangan dan kebutuhan harus ditanggapi saat itu juga.  Hubungan timbal balik antara rangsangan, kebutuhan, tanggapan adalah perilaku pengemudi pada saat mengemudikan kendaraan itu sendiri. Hanya bagaimana SIKAP menanggapi pada saat itu, apakah cenderung “SELAMAT”  atau “MUDAH DIJANGKAU”.  
Apabila pengemudi menemukan jalan rusak, maka perilaku pengemudi akan berbeda dengan jalan yang tidak rusak. Apabila menemukan pedagang kaki lima di bahu jalan, maka perilaku pengemudi akan berbeda dengan tidak menemukan pedagang kaki lima.
Catatan : Perilaku akan menjadi pengalaman pribadi untuk menjadi sikap yang baru.

 

Pembentukan Perilaku

Perilaku mengemudi sopan dan aman secara signifikan mengurangi risiko trauma jalan. Kebiasaan mengemudi yang baik yang ditunjukkan oleh pengemudi kendaraan, baik selama maupun di luar pekerjaan, memiliki aliran-pada efek kepada masyarakat luas dan meningkatkan keselamatan secara keseluruhan. Berlatar belakang ini, maka pengemudi yang dikembangkan memiliki tiga basis kecerdasan (Quotient), yakni :
  • Kecerdasan Berpikir (Intelligence Quotient)
Menurut David Wechsler, inteligensi adalah kemampuan untuk bertindak secara terarah, berpikir secara rasional, dan menghadapi lingkungannya secara efektif. secara garis besar dapat disimpulkan bahwa inteligensi adalah suatu kemampuan mental yang melibatkan proses berpikir secara rasional. Oleh karena itu, inteligensi tidak dapat diamati secara langsung, melainkan harus disimpulkan dari berbagai tindakan nyata yang merupakan manifestasi dari proses berpikir rasional. Terkait dengan keselamatan lalu lintas memiliki kecerdasan dan kecekatan mengemudikan kendaraan dengan berbagai situasi lalu lintas di jalan.
  • Kecerdasan Emosional (Emotional Quotient)
Steiner (1997) menjelaskan pengertian kecerdasan emosional adalah suatu kemampuan yang dapat mengerti emosi diri sendiri dan orang lain, serta mengetahui bagaimana emosi diri sendiri terekspresikan untuk meningkatkan maksimal etis sebagai kekuatan pribadi. Kecerdasan emosional digambarkan sebagai kemampuan untuk memahami suatu kondisi perasaan seseorang, bisa terhadap diri sendiri ataupun orang lain. Terkait dengan pengemudi,  bahwa pengemudi tidak hanya peduli terhadap kelancaran dan keselamatan diri sendiri, tetapi memiliki kepedulian terhadap keselamatan pengguna jalan yang lain.
  • Kecerdasan Spiritual (Spiritual Quotient)
Pertama kali digagas oleh Danar Zohar dan Ian Marshall, masing-masing dari Harvard University dan Oxford University. Dikatakan bahwa kecerdasan spiritual adalah sebagai kecerdasan untuk menghadapi persoalan makna atau value untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya. Kecerdasan ini terletak dalam suatu titik yang disebut dengan God Spot.  Mulai populer pada awal abad 21. Melalui kepopulerannya yang diangkat oleh Danar Zohar dalam bukunya Spiritual Capital dan berbagai tulisan seperti The Binding Problem karya Wolf Singer.Kecerdasan inilah yang menurut para pakar sebagai penentu kesuksesan seseorang. Kecerdasan ini menjawab berbagai macam pertanyaan dasar dalam diri manusia.
Di dalam suatu tabrakan di jalan raya kemungkinan adanya interaksi antara bermacam faktor, antara lain: faktor lingkungan (seperti:cuaca, kondisi jalan, lalu lintas); faktor kendaraan (seperti: tipe, kondisi kendaraan); dan pengemudi (seperti: kemampuan motorik dan kognitif, kelelahan, tingkah laku, penggunaan alkohol). Dari seluruh faktor-foktor tersebut, perilaku pengemudi (driver behaviour) diyakini menjadi sangat menonjol dan menyebabkan 80-90% dari seluruh tabrakan di jalan (Treat dkk., 1979). Bagaimana seseorang akan mengemudi, dan bagaimana mereka memilih untuk mengendara, mempunyai significant impact untuk dapat mengalami resiko tabrakan. Mengemudi dalam kondisi tidak aman, liar, dan tindakan mengundang resiko merupakan contoh dari perilaku yang memungkinkan mengundang dan memacu terjadi kecelakaan.

 

Karakteristik Pengemudi

Menurut Dr Yvonne Barnard University Of Leeds, Karakteristik pengemudi adalah sebagai berikut:
  1. Karakteristik demografi: jenis kelamin, usia, negara, tingkat pendidikan, pendapatan, latar belakang sosial-budaya, hidup dan kondisi kehidupan;
  2. Ciri-ciri kepribadian dan karakteristik fisik: mencari sensasi, keterampilan kognitif,gangguan fisik atau kelemahan fisik
  3. Sikap dan niat: sikap terhadap kecepatan berkendara, keselamatan, lingkungan, teknologi
  4. Pengalaman, partisipasi lalu lintas dan motivasi, Pengalaman selama bertahun-tahun, tingkat Profesionalitas.


Deskripsi dari model global perilaku pengemudi

Golongan Pengemudi

Menurut Hobbs, (1995) pengemudi digolongkan antara pengemudi yang aman dan tidak aman. Empat kategori pengemudi diindentifikasi setelah mengamati kinerja mereka dalam mengendarai kendaraan pada suatu rute. Kategori setiap pengemudi dapat dilihat pada bagian uraian berikut:
  1. Safe (S, aman): sangat sedikit kecelakaan, memakai sinyal dengan baik, tidak melaksanakan gerakan yang tidak umum. Frekuensi menyalip sama dengan frekuensi menyiap.
  2. Dissociated active (DA, aktif terpisah): banyak mendapat kecelakaan dan gerakannya berbahaya, mengemudi dengan cara seenaknya, sedikit memberi sinyal dan jarang melihat kaca spion. Tersalip lebih sering dari pada menyalip.
  3. Dissociated passive (DP, pasif terpisah): kesadaran rendah, mengemudi di daerah median, dan dengan hanya sedikit penyesuaian dengan kondisi sekitar. Tersalip lebih jarang dibanding menyalip.
  4. Injudicious (I, kemampuan menilai kurang): estimasi jarak tidak baik, dan gerakannya tidak umum, terlalu sering melihat kaca spion, dan sering hampir mendapat kecelakaan. Gerakan menyalip tidak baik.

Perilaku Berlalu lintas yang baik

Perilaku lalu lintas yang tidak teratur akan menimbulkan meningkatkan peluang kecelakaan lalu lintas. Pengemudi yang mengemudikan kendaraannya dengan zigzag, melanggar rambu, marka, lampu lalu lintas dan sebagainya merupakan contoh perilaku pengemudi yang tidak baik dalam berlalu lintas.

Perilaku lalu lintas yang teratur akan mengurangi peluang terjadinya kecelakaan lalu lintas. Seorang pengemudi yang mengendarai kendaraannya dengan tidak zigzag dan mengikuti peraturan lalu lintas yang ditetapkan, tentu akan terhindar dari terjadinya kecelakaan. Oleh sebab itu, sebagai pengemudi kita harus memiliki sikap dan perilaku yang baik untuk menjamin keselamatan kita di jalan.
Pemerhati transportasi publik, bus, truck serta sejarahnya.
  • Facebook
  • WhatsApp
  • Instagram
  • Next
    « Prev Post
    Previous
    Next Post »

    Note: Only a member of this blog may post a comment.

    Terima Kasih

    Followers