Pin It

05 July 2015

Posted by Widodo Groho Triatmojo on 21:31

FENOMENA GEOLOGI LANTAI SAMUDERA PRA TERSIER DI KARANGSAMBUNG KEBUMEN

Waktu sehari tak akan cukup untuk mengunjungi 33 titik kawasan Karangsambung dengan luas 400 kilometer persegi itu. Wisata minat khusus geologi ini akan tetap memikat karena banyak spot unik yang bisa dikunjungi. kawasan Karangsambung dalam skala besar terbagi menjadi dua bagian besar. Dua kawasan tersebut merupakan perbukitan batuan yang dipisahkan oleh Sungai Luk Ulo. Perbukitan di Utara Sungai, usia batuannya lebih tua. Banyak batuan pratersier di situ. Sementara di sebelah selatan sungai, banyak batuan lebih muda mulai dari tersier hingga miosen.


Sudah banyak peneliti meneliti daerah ini, seperti yang dikaji oleh:
- Verbeek (1891) tentang keterdapatan batuan Pra Tersier yang berumur 140 juta tahun lalu di Kali Luk Ulo;
- Harloff (1933) yang melakukan pemetaan geologi seluruh daerah Karangsambung;
- Tjia (1966) dan Sukendar Asikin (1974) yang melakukan pemetaan detail, serta mengulas Karangsambung dalam penelitiannya; dan
- Sukendar Asikin (1974) yang mengulas daerah Karangsambung menggunakan Teori Tektonik Lempeng. 

Di lokasi ini, banyak bentang alam yang menarik yang bisa dilihat oleh semua orang, baik oleh orang awam maupun orang-orang yang berkecimpung di ilmu kebumian, mulai dari kampus geologi ataupun pertambangan di Pulau Jawa dan luar Jawa. Di lokasi ini, tersingkap beraneka batuan dari berbagai umur di lokasi yang berdekatan satu sama lain, serta ditemukannya berbagai komoditi tambang, baik yang masih aktif ditambang hingga sekarang maupun yang sudah dikonservasi oleh LIPI. Banyak tempat yang menarik dikunjungi di kampus lapangan Karangsambung ini. Informasi ini bisa dilihat di web resmi LIPI Karangsambung di Di Sini 

1. Kampus LIPI dan Batugamping Numulites
Kampus ini berada di depan Kantor Kecamatan dan Puskemas Karangsambung. Lokasi nya ditandai oleh adanya gapura yang bertuliskan LIPI, dan pengelolaan di dalamnya boleh saya bilang cukup profesional. Disediakan ruang kuliah, asrama, guest house, ruang rapat, perpustakaan, bengkel dan penjualan batumulia, serta koleksi batuan-batuan yang ada di sekitar kampus geologi ini.
Di depan kampus ini, dapat dijumpai batugamping numulites, yang masih menunjukkan adanya fosil-fosil di masa batuan tersebut. Lokasi lain untuk melihat batugamping ini adalah di BPR yang berada di sebelah Utara kampus, namun sayang singkapan yang ada di jalan raya di antara kampus dan BPR sudah di tutup dengan cor-coran untuk jalan desa. 


2. Puncak Wagirsambeng
 Lokasi ini terletak di sebelah Barat dari Kampus, dan harus menyeberangi dulu Jembatan yang melintasi  Kali Luk Ulo dan Kali Cacaban. Wagirsambeng terletak di Desa Wonotirto, Kecamatan Karanggayam. Untuk mencapai puncaknya, diperlukan perjalanan sekitar 45 menit dari Jembatan di Luk Ulo hingga puncaknya. Jalanan bervariasi, namun didominasi oleh tanjakan, namun setelah sampai di puncak, kita dapat melihat dengan jelas amphiteater Karangsambung, dengan pemandangan yang indah. Fenomena meandering Kali Luk Ulo, sinklin di Gunung Paras, rekonstruksi antiklin, serta fenomena alam lain seperti Gunung Brujul, Paras, Dakah dan Jatibungkus teramati dengan sangat baik. Sampai di atas, kita akan menjumpai perselingan antara batugamping merah dengan baturijang dengan ukuran yang sangat besar, yang sempat membuat saya terheran-heran, mengapa batuan laut dalam yang biasa dijumpai di sungai di sekitar daerah Totogan dan zona Melange (bancuh) tiba-tiba bisa berada di puncak bukit. 


3. Gunung Parang
Menurut beberapa ahli merupakan sill yang terbentuk dari baruan beku basa dengan tekstur batuan diabasik, dapat kita jumpai ketika kita berjalan dari kampus menuju arah Utara sekitar 1 km. Sebagian dari Gunung Parang sudah di konservasi oleh LIPI, namun sisanya ditambang oleh warga untuk dijadikan sebagai split atau bahan konstruksi. Ironis memang kalau harus selalu dihadapkan dengan kondisi tambang rakyat. Memberikan pembinaan kepada penambang sering disalahartikan dengan memberi ijin legal kepada kegiatan penambangan tersebut, padahal tidak seharusnya kita mengambil mentah-mentah seperti itu. Coba bayangkan, dengan bentukan lereng yang tegak, bagaimana jadinya jika tiba-tiba terjadi longsoran, mengingat banyaknya rekahan-rekahan yang di diabas tersebut. Dengan pemberian pemahaman geoteknik atau K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja) kepada para penambang, resiko kecelakaan tambang dapat dicegah. Namun tetap, perlu ada pemahaman bahwa tambang merupakan bahan galian yang tidak terbarukan. Ketidakbijaksanaan dalam pengelolaan tambang akan berakibat fatal di masa mendatang. 


4. Watukelir dan Lava Bantal
Di komplek Melange, dimana seluruh batuan tercampur aduk, yang semula ada di bawah tiba-tiba ada di atas, hukum perlapisan batuan menjadi membingungkan karena bentuknya yang tegak, nah, di Kali Muncar itulah semuanya dapat kita temui. Adanya perselingan rijang dan batugamping merah, yang semula mengikuti prinsip horizontal, akhirnya menjadi tegak. Begitu pula dengan fenomena lava bantal. Lava yang ditemui sebagai akibat pemekaran dari tengah lantai samudera akibat proses divergen, bentukannya dapat kita jumpai seperti menumpang di atas rijang dan batugamping tersebut. Batuan yang berasal dari laut yang sangat dalam, muncul menyerupai bantal. Lava bantal ini sama seperti lava pahoehoe yang ada di Hawaii, atau pun yang berbentuk seperti selendang yang ada di THR Juanda, Dago. Di Karangsambung sendiri, lava bantal juga bisa kita jumpai di Kali Mandala, yang hanya berjarak sekitar 100 meter di bawah Gunung Parang. 


Di samping ulasan di atas, masih banyak sebenarnya lokasi di Karangsambung yang dapat kita lihat dan kita pelajari, namun karena belum keluar lagi inspirasi untuk menulis, suatu saat nanti penulis akan tambahkan lagi di masa mendatang.
Pemerhati transportasi publik, bus, truck serta sejarahnya.
  • Facebook
  • WhatsApp
  • Instagram
  • Next
    « Prev Post
    Previous
    Next Post »

    Note: Only a member of this blog may post a comment.

    Terima Kasih

    Followers