Pin It

01 February 2015

Posted by Widodo Groho Triatmojo on 19:28

Sejarah Kabupaten Ambal

Ambal- Kebumen dulu pernah menjadi pusat pemerintahan kabupaten. Ceritanya begini:  Pada masa perang Diponegoro, Ambal dan pantai pesisir selatan, yang dikenal dengan Urut Sewu, dikuasai berandalan kejam dan  menakutkan bernama Puja atau Gamawijaya.  Dia sangat terkenal hingga warga mulai dari Karangbolong hingga Kesultanan Yogyakarta mendengar namanya. 

Untuk menumpasnya pemerintah kolonial Belanda mengadakan sayembara yang isinya: barang siapa yang mampu menangkap Puja akan mendapat hadiah besar. Ternyata tidak ada yang berani mengikuti sayembara itu.
Pada zaman perang Diponegoro itu, Semedi, putra dari selir Hamengku Buwono III, mengungsi ke Kedu. Pangkatnya naik dari ordenans menjadi kolektur di Kebumen dengan nama Raden Ngabehi Mangunprawira.  Dia pemberani, dan berniat mengikuti sayembara itu. Dia kemudian berbicara dengan Lurah Desa Sijeruk, Wargantaka dan putranya Andaga.  Wargantaka dan Puja adalah saudara seperguruan. Mereka sama-sama berguru pada Gamawikangka.
Berkat kerjasama itu, rahasia kekuatan dan kelemahan Puja akhirnya bisa diketahui Mangunprawira. Wargantaka mendukung Mangunprawira menumpas penjahat tersebut. Puja pun terbunuh. Mangunprawira dipromosikan menjadi Bupati Ambal seumur hidup, dengan nama K.R.A.H. Poerbanagara.  Pada masa itu moyang saya diangkat menjadi Penghulu Kabupaten Ambal, namanya KH Yahya. Beliau adalah salah satu keturuan Brawijaya V. 
Pendopo Bupati Ambal Pada Tahun 2015 Bulan Januari

Kabupaten Ambal hanya berlangsung 44 tahun dari tahun 1828 – 1872.   Setelah itu kabupaten Ambal dihapus dan dimasukkan ke dalam kabupaten Kebumen. Peninggalan pendopo kabupaten Ambal kemudian menjadi milik pribadi. Pada sekitar tahun 1940-an, kakek saya membeli bekas pendopo itu dengan cara dicicil dari gaji sebagai kepala sekolah SR (Sekolah Rakjat). Kemudian pada jaman perang kemerdekaan, sebagian rumah kakek saya itu dijadikan markas pejuang. Akibatnya bekas pendopo kabupaten itu dibom Belanda.
Untuk menghindari dijadikan sasaran lagi maka masyarakat beramai-ramai membongkar pendopo itu. Tumpukan kayu jati bekas pendopo itu menumpuk di samping rumah utama yang tidak ikut dibongkar. Tapi ada sedikit masalah ketika membongkar pendopo itu, 4 soko guru (tiang utama) pendopo tidak bisa dibongkar, bahkan ketika hendak digotong ramai-ramai tidak ada yang kuat. Kemudian nenek saya memerintahkan membuat “sego rosulan”, semacam selamatan bersih desa. Setelah selamatan itu, 4 soko guru dicoba digotong beramai-ramai, tapi tiba-tiba keempat soko guru yang masih tegak berdiri itu melompat pindah ke samping rumah utama. Dan di tempat itu soko guru itu dengan mudah dibongkar seperti pilar-pilar yang lain. Dan setelah itu, mata kakek saya tiba-tiba menjadi buta. Dan sekarang bekas pendopo kabupaten Ambal sudah tidak ada bekasnya lagi. 
Sumber: Adimust
Pemerhati transportasi publik, bus, truck serta sejarahnya.
  • Facebook
  • WhatsApp
  • Instagram
  • Next
    « Prev Post
    Previous
    Next Post »

    Note: Only a member of this blog may post a comment.

    Terima Kasih

    Followers