Pin It

23 August 2014

Posted by Widodo Groho Triatmojo on 22:02

Bagaimana Cara Mengatasi Kemacetan Lalu Lintas Di DKI Pada Khususnya ?

Suatu sistem transportation (massa) yang baik, pasti membagi sistem transportasi back-bone dan transportasi feeder. Transportasi back bone adalah sistem transportasi yang berkapasitas sangat besar, frekuensi padat, cepat, aman dan nyaman, dan tarif murah. KRL itu kapasitas besar, frekuensi walau tidak terlalu padat, kurang cepat, tapi masih aman dan nyaman, dan tarif masih OK. MRT yang akan dibangun, kapasitas besar, frekuensi belum tahu karena belum jalan, cepat, aman dan nyaman, tarif MAHAL (maka MRT dibangun di daerah elite Jakarta Selatan sampai HI), saya curiga MRT nanti bisa penuh kalau dibangun di daerah non-elite! Karena income per kapita yang sanggup naik MRT hanya orang yang bekerja di sekitar Thamrin Sudirman. Saking tidak dapat menghasilkan keuntungan, maka perusahaan Jepang yang tadinya ingin monopoli transportasi MRT Jakarta, setelah mempelajari keadaan ekonomi dan daya beli masyarakat Jakarta yang dianggap tidak mampu, mereka mengundurkan diri dari menjadi bos MRT, dan hanya menjual perlengkapan MRT ke pemda Jakarta. MRT belum tentu bisa sesukses dinegara maju, karena bangunan di Jakarta berbentuk HORISONTAL. Maka ada masalah mengenai LAST MILE-nya. Jika tidak disubsidi besar-besaran, tarip mahal, jika disubsidi besar-besaran, akan memberatkan APBN/APBD.  Bus Transjakarta yang kata si bule dari Amerika hebat, kalau pada peak hour, itu adalah neraka. Berdedak-desakan. Kalau tunggu transfer ke koridor lain, bisa memakan waktu lebih dari 30 menit, Bus Transjakarta belum sampai kelas back-bone transportasi umum.


Transportasi Backbone harus merupakan public service, bukan public transport. Public service walaupun pada off peak, tetap akan jalan dengan frekuensi dikurangi atau diganti dengan pengurang gerbong, sedangkan public transport tidak mau operasi JIKA RUGI walaupun sama-sama mengerjakan transportasi umum. Makanya, public service harus disubsidi, karena disubsidi, maka untuk menghindarkan penyelewengan subsidi, badan pelayanan public service seharusnya dimiliki Pemda. Tapi, yang dijalankan oleh pemda sekarang hanyalah tingkat Public Transport!

Transportasi umum kelas feeder, misalnya angkot, mikrolet, metro-mini dan bis, selain tidak nyaman, tidak aman juga tarifnya tidak terlalu murah bila dibandingkan dengan kualitas yang disuguhkan. Selain sangat lama sampai tujuan (ini disebabkan jalannya memang macet, ditambah angkutan feeder selalu stop untuk ngetem). Para pengemudi angkot, mikrolet, metro mini dan bis di Indonesia rata-rata berpendidikan tidak terlalu tinggi, dan tidak ngerti management. Dalam benak pikiran mereka, kalau saya ngetem, angkutan saya penuh, berarti saya dapat menghasilkan keuntungan! Padahal, jika semua pengemudi hanya berhenti di halte/terminal, dan tidak mau ngetem, jumlah penumpang tidak akan berkurang, bahkan bisa lebih karena setelah tidak ngetem, perjalanan jadi lebih cepat dan lancar, sehingga merupakan daya tarik untuk orang yang tadinya naik motor/mobil pribadi, kemungkinan bisa pindah ke kendaraan umum.

Sopir angkot, mikrolet, sulit mendapat keuntungan karena angkot-angkot umumnya ada juragan, sehingga pengemudi angkot, mikrolet, metro-mini harus menguber setoran. Keuntungan di dunia angkutan umum sangat terbatas (karena jalan macet dan ngetem), sekarang hasil dari angkutan harus dibagi antara dua sopir dan satu juragan, ditambah bagian untuk pemda dan oknumnya (dalam bentuk uang izin trayek, uang kir, dan lain-lain), mana mungkin pengemudi bisa tenang bekerja? Sistem setoran ini merupakan tekanan besar bagi si pengemudi. Karena tekanan inilah, pengemudi melakukan pelanggaran, ngetem, dan tidak mau stop hanya di halte, belum sampai terminal, penumpang sudah dioperkan ke angkot lain! Ditambah lagi ada persaingan dari omprengan, yang umumnya milik oknum TNI/POLRI, karena omprengan tersebut tidak perlu bayar uang izin trayek, tidak perlu menguji kir, dan lain-lain, sehingga angkot resmi kalah bersaing. Coba lihat omprengan di seberang pasar Cengkareng, begitu banyak dan leluasa membabat penumpang yang tadinya harus menjadi calon penumpang angkot-angkot. Kelihatannya pemda/ditlantas tidak sanggup/tidak mau menyelesaikan masalah ini.

Sudah ngoceh banyak kelemahan dari policy mengatasi kemacetan dan transportasi umum dari pemda DKI, pak Jokowi mungkin heran,  kamu bisanya kritik pemda, tapi tidak ada saran yang lebih baik, kamu kalau menangani sistem transportasi umum pasti juga kehilangan akal!

Saya berani menunjukkan kesalahan sistem, pasti juga telah memikirkan cara pemecahannya. Dengarkan analisa dan penjelasan saya sebagai berikut:

 1. Jalan raya harus ditambah, untuk DKI, bisa menambah jalan layang khusus motor/sepeda, karena sepeda/motor beban beratnya ringan, sehingga biaya infrastruktur murah dan tidak perlu lahan yang besar. Kalau Jalan Tol atau jalan propinsi tekanan gandarnya 10 Ton/8 Ton, maka untuk jalan layang khusus motor dan sepeda CUKUP 1 TON.  Karena Jakarta sudah merupakan kota yang harga tanahnya mahal, pemerintah untuk membebaskan lahan jalan Tol saja tidak sanggup, apalagi mau membebaskan lahan luas di kota Jakarta? Maka, jalan layang khusus motor dan sepeda, sangat cocok, karena jalan layang khusus motor dan sepeda bisa dibangun di atas jalan eksisting, di atas sungai, dan bebas lampu lalu lintas, jadi setara jalan TOL.

Di Indonesia, sekarang memiliki 84 juta motor, akhir tahun 2016, diperkirakan motor melampaui 100 juta motor, dibandingkan mobil yang diperkirakan 20 juta an, tapi tidak ada jalur khusus untuk motor?  Rasanya tidak sesuai dengan keadilan sosial.  Jokowi memenangkan pilpres cukup dengan kurang kebih 70 juta suara, dan 100 juta motor tidak ada jalan yang layak?  Dengan jalan sebidang   dengan mobil dan truk, jika terjadi kecelakaan, nyawa bisa hilang.  kalau motor diatur didalam Jalan layang khusus motor dan sepeda, maka korban jiwa dapat ditekan dratis.

2. Menghapus sistem biaya trayek dan membebaskan biaya kir untuk kendaraan umum. Sehingga bisa bersaing dengan omprengan. Biaya Ijin Trayek sebetulnya banyak masuk ke kantong oknum, dan hanya akan memberatkan modal dari pemilik angkot feeder.

3. Setiap izin trayek mendapat jatah BBM gratis sebesar 600 liter/bulan atau 70 liter per pengemudi per minggu. Dengan subsidi ini, omprengan tidak akan bisa menang melawan transportasi umum dan Pemda mempunyai senjata menghadapi pengemudi angkutan umum yang nakal. Mengapa harus dijatahi BBM gratis? Dengan jatah BBM gratis, biaya transportasi umum baru bisa turun, mencapai level yang ekonomis dengan kemampuan daya beli masyarakat. Kalau sekarang subsidi BBM, yang menikmati bukan orang bawahan.

4. Pemda wajib membatasi jumlah angkutan umum sesuai dengan kemampuan pasar. ketika trayek harus bayar, untuk mendapat income tambahan, kadang-kadang pejabat bagian trayek membuka tambahan, yang mengakibatkan jumlah kendaraan over. Tidak jarang kita melihat berita ada demo karena penambahan jumlah kendaraan trayek, atau trayek yang menyerempet.

5. Keluar begitu banyak subsidi, dari mana dananya? Perlu saya jelaskan, bahwa di Indonesia jika mau menghapus subsidi BBM, Bali, Jakarta dan sekitarnya adalah kota yang paling siap dalam kekuatan ekonomi dan mental. Jika pemda DKI tidak bisa mendapatkan subsidi dari pemerintah pusat, maka setiap SPBU yang ada di wilayah hukum Polda Metro Jaya dikenakan restritusi BBM setiap liter Rp 4,000.– Ijinkan DPRD, ICW (LSM) untuk memantau penggunaan dana restribusi BBM tersebut. Dana restribusi BBM hanya boleh digunakan untuk subsidi transportasi umum dan pembuatan jalan bebas tol/jalan layang khusus motor. Juga, dalam membuat jalan layang khusus motor dan sepeda, dibuat parkir untuk 3 juta motor (untuk 11 juta motor di Megapolitan Jabodetbek), andaikata motor dikenakan abonemen parkir Rp: 60,000.-/motor/bulan, maka pemda bisa mendapat income dari parkir 8 triliun per tahun.  Dana ini cukup untuk menyicil biaya pembangunan jalan layang khusus motor yang didanai bank (misalnya ADB atau World bank).
Pemerhati transportasi publik, bus, truck serta sejarahnya.
  • Facebook
  • WhatsApp
  • Instagram
  • Next
    « Prev Post
    Previous
    Next Post »

    Note: Only a member of this blog may post a comment.

    Terima Kasih

    Followers